Cemburu Buta

Iya, cemburu. Cemburu yang dimaknai sebagai perasaan iri terhadap orang lain yang terlihat lebih beruntung. Beruntung bukan karena kaya raya saja   sehingga dapat membeli banyak buku, sampah sekalipun   tetapi yang juga kaya akan pengalaman. Bukan pengalaman berjalan-jalan hedon saja, tetapi orang-orang yang kaya pengalaman karena berinteraksi dengan sekitarnya. Bagiku merekalah penjelajah sebenarnya. Bukan si tukang makan atau si tukang foto.


Siang ini aku menghabiskan 2,5 jam bersama seorang dosen yang sempat aku sungkani karena kesenioran beliau. Ia salah satu dosen tertua di jurusanku dan selama berkuliah pun banyak mahasiswa, terutama lelaki, yang ingin menarik perhatiannya     dan beliau pun mudah ditarik perhatiannya. Kalah lah aku dibandingkan para penggurau itu. Selama ini aku hanya bisa tertawa dari balik bangku kelas dan ketika di luar kelas hanya bisa menyapa dan berbicara kurang dari satu menit.

"Udah, ajak ngobrol aja. Orangnya kan baik," kata Ming begitu. Pada awalnya aku sedikit ngeri akan tidak diacuhkan oleh beliau karena "kekurang eksisan" diri ini. Apalagi dalam bidang sejarah, aku kurang bersinar di mata beliau. Ya, tapi beranikan diri sajalah. nothing to lose.

Awalnya sedikit kaku hingga akhirnya beliau mengingatkan, "jangan lupa kamu tetep kontak-kontakan ya sama keluarga yang di Suriname. sewaktu-waktu pasti berguna." I feel like... he recalled what I told him almost one hour ago. Jarang aku bisa berbincang-bincang dengan dosen senior yang masih memperhatikan cerita mahasiswanya bahkan tentang hal yang tidak terlalu penting untuk beliau. Segala ceritanya tentang perjalanan hidup yang tidak terduga-duga itu memberi sebuah kesan tersendiri untuk aku yang duduk menggigil tepat di depan AC, belum makan pula. 

Bila aku bisa membuat rangkuman kisah hidup beliau: Seorang anak lelaki asal Kudus yang senang bermain gamelan mengiringi pertunjukkan wayang di kampung ketika SMA lalu ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan mengajar di sekolah luar biasa. Sehabis ia pulang bekerja, ia senang menonton film-film pendek Belanda di Erasmus Huis ketika masih ada di Menteng Raya. Sejak saat itu ia tertarik dengan bahasa Belanda dan mengambil kursus bahasa Belanda sebelum akhirnya ia berkuliah S1 pada saat umurnya yang ke-27. Karena kecintaannya untuk selalu belajar tentang banyak hal, beliau yang melanjutkan S2-nya dalam kajian Linguistik belajar secara otodidak mengenai sejarah. Melalui belajar mandiri itulah, beliau akhirnya bisa meraih gelar doktor dari Universitas Indonesia. Sekarang ia sedang mengajukan diri sebagai Guru Besar, dan aku menyarankan agar beliau mengambil program pascadoktoral selagi ia masih punya keinginan untuk selalu belajar dan ia mengatakan, "Wah, iya, ya. Saya pingin ambil posdoktoral. Nanti saya coba ah, siapa tau bisa ke Leiden."

I never found a teacher who listen and agree (i don't know if he means it or not) with his/her students even it was an-idea-that-he/she-should-know-about-it-before. you know, teacher's ego.

Beliaulah sang dosen bersahaja. Kaya ilmu tapi tak kaya ego.


Sore tadi adalah sebuah sore yang menyenangkan dengan cerita-cerita kecil tentang pengalaman hidup panjang seorang senior, guru, dan pembimbing akademis. Sore cerah, senyum, dan Ming yang kelaparan. Kasihan, hari ini dia berulang tahun. Seharusnya dia pemilik ego hari ini, tapi dia mengatakan dengan senyumnya, "Ga apa, aku temenin." Lalu, salmon glass mentai menjadi hidangan pembuka.

Malam tiba, dan Annabelle cukup membuat kami berlima menegangkan otot-otot. Sequence yang naik-turun dengan suara-suara tarikan biola yang cukup menusuk gendang telinga cukup memainkan emosi para penonton di bioskop. Sayangnya film ini kurang seberhasil The Conjuring yang membuka cerita tentang boneka-yang-seharusnya-baik-baik-saja itu.

Sebelum akhirnya aku memutuskan untuk menulis post ini, aku sedikit berbincang-bincang dengan salah satu teman Ming. Seorang senior perempuan Ming di kampus seninya yang sedang menghadiri acara Ubud Writers and Readers Festival 2014. IRI! Inilah bentuk cemburu keduaku hari ini. Menghadiri sebuah acara yang dikelilingi banyak buku. Buku-buku yang bahkan tidak bisa ditemukan di toko buku impor pada umumnya. ARGH! Bahkan ia bercerita tentang seorang penulis asal Cina yang hanya seorang lulusan SD dan membuat buku yang seorang pecinta Murakami saja bisa mengatakan ceritanya jauh lebih bagus dari si penulis Jepang itu. Penasaran? YA TENTU!

Berhenti di situ sajakah kecemburuanku ini? Tidak, cemburuku ini juga ditambah dengan rasa cemburu negatif ketika mendengar cerita seorang sahabat yang secara tidak langsung sedang dirampok hartanya oleh orang-orang pemilik kapital sosial-ekonomi. si rebel bohemian bourgeois.